Suamiku Jadi Istriku

By andrewchristianjr - Tuesday, March 23, 2010

Karena cinta yang begitu besar pada sang suami, ia bisa menerima dan mengijinkan suaminya operasi kelamin menjadi wanita. Bagaimana Sue menghadapi perasaannya ?
Ketika Sue O’Brian pertama kali melihat seorang pria macho melintas di depan rumahnya, ia langsung merasa jatuh cinta tanpa pernah tahu jauh di lubuk hati pria itu sesungguhnya bermimpi bisa menjadi wanita.
Impian menjadi nyata
Sejak kecil aku selalu terkagum-kagum setiap kali melihat pengantin wanita dalam balutan gaun putih nan anggun. Tak sabar rasanya menanti hari besarku tiba. Aku sering bermimpi berjalan menuju altar dengan pria yang aku cintai.
Sayangnya, sampai usiaku 20 tahun aku belum juga mempunyai kekasih. Aku begitu mendambakan seorang pria yang bisa mewujudkan mimpiku itu.
"Kau akan segera menemukannya," ibu berusaha menghiburku. Tapi aku tak yakin. Aku adalah gadis pemalu, aku juga lebih suka berdiam diri di rumah saat akhir pekan.
Beberapa minggu kemudian, saat aku asyik menonton TV, dari jendela rumah aku melihat seorang pria di halaman sedang menatapku.
Ia memiliki bahu yang bidang, berambut gelap dan terlihat tampan. Tetapi apa yang ia lihat dariku ? aku mulai tak percaya diri.
Setelah kejadian itu beberapa kali aku melihatnya. Namanya Miki, usia kami sepantar dan ia tinggal tak jauh dari rumahku. Dadaku berdebar-debar setiap kali ia menatapku dari jauh, ia sangat tampan.
"Mau masuk dan minum kopi ?" ia menawariku saat aku sedang lewat di jalan depan rumahnya. Senyumku mengembang, perasaanku membuncah, aku sudah setengah jalan menuju takdirku.
Setelahnya, kami bertemu setiap hari. Terkadang ia membawakan aku bunga dan memujiku sebagai gadis yang cantik. Setiap malam aku memimpikan upacara pernikahan seperti dalam cerita dongeng.
Setahun bersama, Miki yang saat itu berusia 21 tahun bertanya padaku, "marry me ?". Rasanya aku ingin berteriak kegirangan, impianku tentang pesta pernikahan yang serba putih akan segera terwujud.
Kami lalu pindah ke sebuah apartemen murah. Kehidupan seks kami berjalan normal dan memuaskan. Suatu hari, saat bermain kartu, kami saling bertaruh. "Kalau kau kalah, kalau harus memakai pakaianku,"tantangku.
Alis mata Miki naik, "aku akan melakukan apa pun untuk itu," ucapnya yakin. Esoknya, sepulang berbelanja aku masuk ke dapur dan terkejut mendapati seorang wanita berambut coklat memakai gaunku dan sedang membuat secangkir teh.
"Apa yang Anda lakukan di sini," tanyaku. ’Wanita’ itu berbalik, "Ini aku Sue". Aku kaget karena rasanya mengenal suara itu, aku tatap wajahnya dan tersadar bahwa dia adalah Miki. "Ya ampun.. apa yang kau lakukan dengan pakaianku ?" tanyaku masih shock.
"Saya tahu ini aneh, tapi aku menyukainya," ia menjawab dengan tenang. Oh Tuhan, apa maksudnya, aku benar-benar bingung.
Calon suamiku memakai gaunku, berdandan seperti wanita dan terlihat menikmatinya. Ini cuma bercanda kan ? tanyaku.
Ia menarik napas, "saya suka memakai pakaian wanita, rasanya sangat nyaman,"ujarnya.
Kenapa ? apakah kau gay ? tanyaku bertubi-tubi, masih tak percaya dengan perkataannya. "Aku hanya mencintaimu," katanya mencoba meyakinkanku.
Seperti orang asing

Kejadian hari itu sangat mengguncangku, esoknya aku menggunting-gunting gaun yang dipakai oleh Miki. Aku merasa jijik.
Beberapa hari berlalu tanpa ada komunikasi di antara kami, berbicara cukup seperlunya, kami seperti orang asing. Tapi ternyata aku sangat merindukannya.
Ia adalah pria yang bisa membuatku tertawa, aku juga berubah jadi percaya diri karenanya. Tanpanya, aku merasa hidupku hampa, aku rindu senyum di bibirnya. Penampilannya memang berubah, tapi di balik pakaian itu, ia tetaplah pria yang aku cintai. Perasaanku masih sama, tak ada yang berubah, meski ia mengganti penampilannya.
Untuk menghilangkan stres, aku pergi ke mall, lalu memutuskan untuk membelikan Miki beberapa pakaian wanita yang mungkin cocok dengan ukurannya.
Aku sempat ragu saat akan membayar di kasir. Apa yang sedang aku lakukan, membelikan calon suamiku gaun ? Tapi kupikir gaun ini hanyalah benda material, jika ini bisa membuat Miki bahagia, aku juga akan berbahagia.
Makin menjadi

Perlahan tapi pasti, Miki makin mengubah penampilannya. Ia rajin mencukur janggutnya, rambutnya ia biarkan panjang, aku bahkan sering membantunya memilih masker yang tepat untuk jenis kulitnya.
Ia juga sering meminjam peralatan make-up ku, aku juga tak segan menyarankan warna eye shadow yang tepat. Dengan bantuanku, Miki menjelma menjadi ’wanita’ matang yang percaya diri. Terkadang ia terlihat lebih cantik dari penampilanku.
Dengan keadaan seperti itu, mana berani aku memikirkan rencana pernikahan kami. Di luar rumah Miki memang masih bekerja dan berpenampilan seperti pria sejati, tetapi di balik pintu ia menjadi wanita.
Suatu hari, saat ibuku berkunjung ia melihat sisa eyeliner di wajah Miki dan bertanya dengan penuh keheranan mengapa Miki memakai makeup.
Tak tahan menyimpan rahasia, aku menumpahkan segalanya di depan ibuku. Ibuku duduk lemas di kursi, sementara ayah menolak membicarakannya. Mereka tidak bisa mengerti keadaan yang kuhadapi dan memilih tidak ikut campur.
Aku berusaha menekan perasaanku, bagiku Miki tetaplah pria yang aku cintai dan aku ingin menikah dengannya.
Berjanji setia

Tiga tahun setelah ’rahasia’ Miki terungkap, kami tetap memutuskan untuk mengikat tali pernikahan. Ia memakai setelan jas yang gagah, sedangkan aku dalam gaun lace yang anggun.
"You’re beautiful," Miki berbisik memujiku. Aku merasa hatiku meleleh, "kau bisa mencoba gaun ini setelah pesta,"kataku lirih.
"Selalu setia dalam suka dan duka," kami mengucapkan janji pernikahan di depan pendeta dan seluruh tamu.
Dengan berlalunya waktu, Miki semakin frustasi dengan tubuhnya. Frekuensi bercinta kami pun menjadi semakin jarang, dari yang semula setiap hari, enam bulan setelah pernikahan ia tidak pernah lagi menyentuhku. Jika aku mencoba menciumnya, ia akan menghindar.
Kalaupun kami melakukan hubungan suami istri, itu akan berakhir dengan cepat, tanpa gairah, tak ada perasaan romantisme dan keintiman. Aku merasa terluka dan ditolak.
Rasanya pernikahan kami diisi oleh tiga orang, aku, Miki dan sisi feminin Miki. Kalau semula ia hanya berdandan seperti wanita di dalam rumah, lama-lama Miki juga ingin berpenampilan seperti wanita di depan publik.
Kami tinggal di kota kecil, kehidupan pribadi kami akan dengan cepat menjadi gunjingan. Aku berusaha menyiapkan mental untuk itu, tapi entah mengapa tak ada orang yang berkomentar apapun kepadaku. Mungkin mereka terlalu malu.
Suatu hari Miki memintaku duduk minum teh bersama. Ia mengutarakan keinginannya untuk menjadi wanita sungguhan. Ia ingin melakukan operasi kelamin.
Sekuat tenaga aku menahan air mataku tidak tumpah di depannya. Sesungguhnya, aku berharap kegemaran Miki berpenampilan seperti wanita akan berakhir dan suatu hari nanti Miki-ku akan kembali.
Tetapi setelah mendengar isi hatinya, aku mengerti bahwa Miki terlahir dengan jenis kelamin yang salah. Ia adalah seorang wanita yang terperangkap dalam tubuh laki-laki. Aku mulai memahami dirinya.
"Apapun yang akan membuatmu bahagia, akan aku dukung sayang," kataku meski hatiku sebenarnya hancur.
Aku tatap suamiku yang saat itu mengenakan lipstik berwarna pink dan rok hitam, tetapi yang kulihat adalah seorang pria yang telah membuatku jatuh cinta bertahun-tahun lalu.
"Kita akan menghadapinya bersama," kataku. Miki menangis dalam pelukanku. Aku terlalu mencintai suamiku, aku tak akan bisa meninggalkannya.
Di tahun 2000, dokter mendiagnosa aku menderita epilepsi. Perasaan stres yang aku rasakan dalam pernikahanku terlalu besar.
Puncaknya adalah ketika aku dibawa ke rumah sakit karena over dosis. Entah apa yang mendorongku menelan begitu banyak obat epilepsi. Aku merasa hidupku berantakan, aku tak sanggup lagi menyimpan kebohongan.
Saat tersadar, aku sudah terbaring di rumah sakit. Miki duduk di sampingku, memegang tanganku, ia terlihat sangat sedih. "Jangan pernah tinggalkan aku Sue," katanya mulai menangis.
Entah apa komentar orang terhadapku, tapi aku sangat mencintai Miki dan siap menghadapi apa pun bersamanya.
Aku mengantarnya datang ke dokter spesialis untuk melakukan suntik hormon, ia berhak untuk bahagia. Miki sudah masuk dalam daftar pasien operasi.
Karena Miki akan memulai ’hidupnya yang baru’, aku membantunya memilihkan nama. Natasha, nama itu kami rasa cocok. Terdengar modern dan kuat.
Kami berdua merasa lebih kuat menghadapi dunia. Ketika bersosialisasi, aku memperkenalkan Natasha sebagai temanku.
Keluargaku masih tidak bisa menerima kenyataan. Tapi itu tidak masalah, yang penting adalah aku dan Miki bahagia. Aku tidak ingin Miki meninggalkanku, bahkan meski ia sudah menjadi wanita, bagiku ia masih tetap pria yang aku nikahi, kami pernah saling berjanji sehidup semati.

Kata Miki: "Sejak dulu saya selalu merasa berbeda. Sejak usia 14 tahun, saya suka mencuri-curi mencoba pakaian kakak perempuan saya. Ada perasaan yang tak bisa saya jelaskan, saya bukan hanya suka berpenampilan seperti wanita, saya ingin menjadi wanita.
Lalu saya bertemu dengan Sue dan jatuh cinta. Saya ingin bersamanya. Saya berkata jujur kepadanya meski takut kehilangan dirinya. Untunglah ia masih di sini bersama saya.
Saya merasa marah pada diri sendiri ketika Sue over dosis, saya telah membuatnya terluka. Saya hanya berharap kami akan selalu bersama selamanya".


Sumber: kaskus.us

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar