Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia meluncurkan indeks kota layak huni di Indonesia. Indeks tersebut disusun berdasarkan hasil survei yang digelar di 26 kota dan 19 provinsi.
Masing-masing kota diwakili oleh 100 hingga 200 warga yang menetap di kota tersebut.
Margin of error survei ini sebesar 95% survei dengan menggunakan metode kuisioner skala likert.
Lalu bagaimana hasilnya? Berikut kota-kota yang paling layak huni dan kota-kota paling tidak layak huni menurut hasil survei tersebut:
1. Solo jadi kota paling layak huni
Ketua Kompartemen Livable City IAP Elkana Catur mengatakan Solo terpilih menjadi kota yang memiliki nilai paling tinggi dan konsisten menjadi kota yang layak huni bagi warganya.
Berdasarkan data kota layak huni, pada tahun 2017 index kota layak huni Solo mencapai 66,9 persen meskipun angka tersebut turun dari semula 69,38 persen pada 2014.
Selain Solo, ada enam kota lain yang masuk ke dalam top tier city, yakni kota dengan nilai index livability di atas rata-rata.
Keenam kota tersebut yakni Palembang (66,6 persen), Balikpapan (65,8), Denpasar (65,5 persen), Semarang (65,4 persen), Tangerang Selatan (65,4 persen) dan Banjarmasin (65,1 persen).
"Solo dan Balikpapan adalah kota yang konsisten sebagai Top Cities. Kota Solo adalah kota yang memiliki index tertinggi disusul dengan Balikpapan dan kota lainnya," kata Elkana.
2. Aspek paling memuaskan menurut warga
Hasil survei juga terungkap jika aspek ketercukupan pangan dan fasilitas peribadatan serta pelayanan keagamaan dari sebuah kota menjadi aspek paling memuaskan bagi masyarakat dengan presentase mencapai 76 persen.
Aspek ketiga yang dirasa cukup membuat masyarakat Indonesia merasa nyaman tinggal di kotanya yaitu pengelolaan air bersih, angkanya mencapai 75 persen.
"Fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan juga menjadi poin plus masyarakat merasa nyaman hidup di kotanya, kedua angkanya sama yaitu 71 persen.
3. Kota paling tidak nyaman
Kota-kota tersebut yaitu Pontianak (62,0 persen), Depok (61,8 persen), Mataram (61,6 persen), Tangerang (61,1 persen), Banda Aceh (60,9 persen), Pekanbaru (57,8 persen), Samarinda (56,9 persen), Bandar Lampung (56,4 persen), Medan (56,2 persen), dan Makassar (55,7 persen).
"Pontianak dan Medan konsisten menempati urutan bawah. Makassar kota metropolitan dan perekonomian makin maju ternyata malah menurun," jelas Elkana.
Adapun lima aspek terbawah yang paling dirasa kurang oleh masyarakat adalah ketersiadaan transportasi, keselamatan, pengelolaan air kotor dan drainase, fasilitas pejalan kaki, serta informasi pembangunan dan partisipasi masyarakat.
"Sekarang ini sebenarnya banyak warga berharap bisa dilibatkan lebih luas dalam proses pembangunan, ini perlu diperhatikan," ujarnya.
SUMBER
0 komentar